Mengenai Saya

Foto saya
Tangerang, Banten, Indonesia
Mahasiswi dari Universitas Budi Luhur [Broadcast 10

Jumat, 06 April 2012

ANGGARAN BOROS

Pertengahan tahun ini, sebagaimana biasanya, pembahasan RAPBN 2011 sudah dimulai. Pemerintah bersama DPR mulai membahas pagu indikatif untuk berbagai sektor dan program sesuai perkiraan peningkatan anggaran sejalan dengan perkiraan pertumbuhan perekonomian tahun mendatang. Musrenbang untuk RAPBN 2011 sudah dilakukan dan musrenbang yang sedang berjalan untuk persiapan anggaran 2012.

Yang menarik dalam pembahasan awal, birokrasi dan pemerintah sudah mematok serta mengusulkan defisit sangat besar. Jumlahnya hampir Rp 120 triliun. Pembahasan awal pagu indikatif DPR dan pemerintah mulai menyentuh masalah defisit anggaran yang besar itu, tapi tidak menjadi isu besar atau sebagai isu penting yang harus dibahas bersama berdasar nalar akademis.

Masalahnya, perkembangan ekonomi eksternal saat ini dan tahun ini lebih kondusif daripada tahun lalu dan kondisi internal akan lebih baik. Tapi, faktor tersebut diabaikan dengan politik anggaran 'pokrol' defisit tetap didorong lebih besar. Logika seperti itulah yang tidak masuk ke dalam nalar akal sehat karena sumber pertumbuhan ekonomi bisa lebih besar tidak hanya dari sektor pemerintah, dalam hal ini APBN.

Politik anggaran seperti ini sudah pasti akan ditambal dengan utang yang semakin menggunung. Ada nuansa politik anggaran birokrasi dan pemerintah yang semakin boros saat ini dan selama beberapa tahun terakhir ini. Itulah yang diingatkan presiden secara publik yang sekaligus mengindikasikan ketidaksepahaman birokrasi, departemen dengan pemerintahnya.

***

Perkiraan perekonomian 2010 relatif akan lebih baik daripada 2009 yang hanya tumbuh sekitar 4,3 persen. Pertumbuhan ekonomi 2009 tersebut menurun tapi masih pada tingkat moderat karena pengaruh krisis kawasan dan krisis global 2008. Perekonomian tahun ini lebih tinggi daripada tahun lalu. Begitu juga, asumsi perekonomian 2011 relatif sama dengan 2010.

Dengan demikian, perekonomian akan berjalan lebih normal dengan dorongan perkembangan dunia usaha yang lebih baik, konsumsi masyarakat, dan tentunya penerimaan pajak lebih besar. Dengan perkiraan seperti itu, semestinya pemerintah perlu merencanakan APBN 2011 secara berhati-hati, bukan berperilaku boros.

Politik anggaran pada masa lebih normal seperti ini tidak bisa dilakukan dengan cara yang boros melalui pengeluaran pemerintah yang besar, sehingga defisit anggaran menjadi besar pula. Pada masa krisis, politik anggaran defisit dapat dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian, tapi tidak pada masa normal. Alasan rasional, objektif, dan tentunya ilmiah seperti itu harus ada dalam perdebatan Badan Anggaran DPR agar wajah APBN kita lebih cantik, tidak bopeng, tidak boros, dan tidak selayaknya sembrono.

Politik anggaran berimbang pada masa normal ini lebih bersifat objektif daripada berperilaku boros dengan menggenjot defisit. Pesan seperti itu sudah disampaikan kepada media dan publik oleh presiden, sekaligus kepada menteri keuangan, agar mematahkan perilaku boros dalam politik anggaran selama beberapa tahun terakhir ini. Tahun depan, kondisi lebih normal, sehingga wajar jika defisit ditekan menuju anggaran yang berimbang.

Pada awal sampai pertengahan 2000-an, kendali anggaran masih cukup baik. Walaupun, pada masa itu, ekonomi tidak sepenuhnya normal. Defisit anggaran dijaga di bawah 1 persen terhadap PDB. Ada kesadaran kolektif di kalangan DPR dan pemerintah waktu itu untuk menjaga politik anggaran yang seimbang.

Tapi, akhir-akhir ini, perilaku kolektif tersebut mulai berubah. Ekspresi birokrasi, pemerintah, dan kalangan DPR mulai ekspansif dalam merencanakan anggaran tanpa perhitungan efisiensinya secara memadai. Juga, pada masa tersebut, tidak ada kontrol publik karena peran media dan analis sangat lemah.

Lagi pula, pada masa itu, isu utama dan satu-satunya hanya isu politik praktis yang bertali-temali dengan kasus hukum, skandal, serta penyimpangan. Media nasional hanya diisi isu panas tapi kurang bernilai seperti itu. Perbincangan substantif mengenai ekonomi, anggaran, dan kesejahteraan sangat tidak memadai serta cenderung ditinggalkan, sehingga kebijakan ekonomi dan politik anggaran hanya menjadi rutinitas tanpa kualitas.

Wacana dan arah kebijakan anggaran seperti itu disampaikan presiden dan menjadi susbtansi kebijakan penting agar perekonomian Indonesia tidak terperosok ke dalam jebakan utang baru di dalam negeri yang bunganya mencekik APBN. Tapi, kenyataan di lapangan berbeda, APBN dibiarkan bebas tanpa arah yang cukup baik. Sampai saat ini, gejala boros sudah terlihat.

Setiap tahun, dalam perencanaan, pengeluaran anggaran dipompa jauh melebihi perencanaan penerimaannya. Defisit anggaran menggelembung terus mendekati 2 persen, walaupun dalam pelaksanaannya ternyata tidak beres juga karena justru terjadi surplus setiap kuartal. Itu menunjukkan kemampuan birokrasi dan pemerintah dalam imple�mentasi anggaran serta program sangat rendah dibanding level perencanaannya.

***

Jadi, politik anggaran yang ekspansif di Indonesia sebenarnya tidak ada karena tidak memadai dalam implementasinya. Perencanaan anggaran defisit dalam kenyataannya bukan untuk ekspansi program dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi lebih merefleksikan perilaku boros, perencanaan tidak rasional, dan sangat mungkin memang sembrono.

Kini, sudah selayaknya perdebatan tentang politik anggaran lebih berbasis ilmu, objektivitas, dan rasionalitas. Sisi kekuatan serta kelemahannya harus dibahas tuntas dengan pengawalan ekonom, media, serta masyarakat.

Sistem demokrasi berkualitas seperti itu sebenarnya bisa dijalankan karena kualitas sumber daya manusia dalam pemerintah dan DPR sudah meningkat. Ketua Badan Anggaran Dr Harry Azhar Aziz adalah ekonom yang mumpuni dan mengerti aspek rasional serta ilmu dalam ekonomi anggaran itu. Tapi, perilaku irasional birokrasi, pemerintah, dan DPR, tampaknya, masih paling dominan menguasai pasar politik yang abu-abu dan gelap. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar